Pengertian Halal MUI , adalah suatu fatwa tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari'at Islam. Sertifikat Halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman LABEL HALAL pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang.
Syarat Pengurusan Sertifikat Halal MUI
1. Dokumen legalitas perusahaan (SK/NPWP/AKTA)
2. Identitas pemohon/penanggung jawab (email, no hp, e-ktp)
3. Status Sertifikasi (Baru/Pengembangan/Perpanjangan)
4. Data Sertifikat Halal (jika ada)
5. Status Sistem Jaminan Halal (Jika Ada)
6. Tipe Produk :
- Retail: Produk yang dijual eceran
- Non-Retail: Produk yang tidak dijual eceran (produk untuk bahan baku pabrik, dsb)
7. Jenis Izin Industri
8. Jumlah Karyawan
9. Kapasitas Produksi.
10. Dokumen Halal
- Manual Sistem Jaminan Halal (untuk registrasi baru atau perpanjangan)
- Sertifikat halal sebelumnya (untuk registrasi pengembangan atau perpanjangan)
- Status atau Sertifikat Sistem Jaminan Halal (untuk registrasi pengembangan atau perpanjangan)
- Dokumen proses produksi yang disertifikasi
- Dokumen informasi bahan baku
- Statement of pork free facility (untuk perusahaan baru atau fasilitas/pabrik baru)
- Daftar alamat seluruh fasilitas produksi
- Bukti diseminasi/sosialisasi kebijakan halal (untuk perusahaan baru atau fasilitas baru)
- Bukti pelaksanaan pelatihan internal Sistem Jaminan Halal (untuk perusahaan baru atau fasilitas baru)
- Bukti pelaksanaan audit internal Sistem Jaminan Halal (untuk perusahaan baru atau fasilitas baru)
11. Dokumen Izin Usaha untuk pendaftar baru dan pengembangan fasilitas yang berlokasi di Indonesia. Untuk Perusahaan pengembangan, perpanjangan, atau perusahaan luar negeri Data Pabrik :
- Data nama dan alamat pabrik;
- penanggung jawab (Nama Ketua Tim Manajemen Halal atau menajemen puncak, nama personil yang ditunjuk untuk komunikasi dengan LPPOM MUI selama proses sertifikasi halal, Jabatan, kontak nomor (email & no hp))
Menurut UU No. 1 Tahun 1974, Perkawinan didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam menjalani kehidupan berumah tangga, semua pasangan suami istri memiliki harapan agar ikat lahir batin itu berlangsung kekal dan damai seumur hidup. Namun, seringkali harapan dan kenyataan tidak seiring berjalan. Berbagai masalah yang timbul dalam mengarungi bahtera rumah tangga membuat ikatan lahir batin tersebut menjadi renggang dan pada akhirnya putus.
Menjalani bahtera rumah tangga yang tidak ada lagi ikatan lahir batin antara suami dan istri hanya akan menyakiti pasangan tersebut dan pada akhinya perceraian menjadi jalan keluar. Lalu seperti apa hukum di Indonesia mengatur perceraian?
Berdasarkan hukum positif di Indonesia, perceraian hanya dapat dilakukan melalui proses peradilan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 39 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 14 PP No. 9 tahun 1975, Pasal 65 UU No. 7 tahun 1989 dan Pasal 115 KHI. Berdasarkan UU tersebut, dimungkinkan salah satu pihak, yaitu suami atau istri melakukan gugatan perceraian. Ada sedikit perbedaan antara antara penganut agama Islam dan di luar Islam dalam soal perceraian ini, antara lain mengenai pengadian mana yang berwenang untuk mendaftarkan gugatan perceraian tersebut. Bagi pasangan suami-istri Muslim dapat bercerai dengan didahului oleh permohonan talak oleh suami atau gugatan cerai oleh istri yang didaftarkan pada pengadilan agama. Untuk pasangan non-Muslim dapat bercerai dengan mengajukan gugatan cerai (baik suami maupun istri) melalui pengadilan negeri.
Dalam mengajukan gugatan cerai tersebut, harus disertai dengan alasan-alasan yang diterima oleh hukum. Alasan-asalan tersebut diatur dalam Pasal 39 ayat 2 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Jo Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yakni sebagai berikut:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau, penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga;
Khusus yang beragama Islam, ada tambahan dua alasan perceraian selain alasan-alasan di atas, sebagaimana diatur dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam yaitu:
1. Suami melanggar taklik-talak;
2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.
Bantuan hukum diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin dan memenuhi hak masyarakat atau kelompok masyarakat miskin untuk mendapatkan akses keadilan demi mewujudkan hak konstitusional semua warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum.
Bantuan Hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang menghadapi masalah hukum yang meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun non llitigasi. Pemberian bantuan hukum meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/ atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum.
Hak dan Kewajiban Pemberi Bantuan Hukum
Pemberi Bantuan Hukum Berhak :
- melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum
- melakukan pelayanan Bantuan Hukum
- menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum;
Selain memiliki hak, Pemberi Batuan Hukum berkewajiban untuk :
- melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum
- melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk Pemberian Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini
- menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang
- memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum.
Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan Bantuan Hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan.
💼
Ingin memulai usaha atau mendirikan organisasi dengan legalitas yang
sah? Kami hadir untuk membantu Anda dalam pendirian PT, CV, Yayasan, dan
Perkumpulan dengan mudah dan cepat.
🔥 Keuntungan yang Anda Dapatkan:
Proses cepat dan transparan
Tim profesional yang berpengalaman
Harga terjangkau, tanpa biaya tersembunyi
Konsultasi gratis sebelum memulai
Semua dokumen legal lengkap dan aman
🌟
Kenapa Harus Kami? Kami berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik
dan solusi legalitas sesuai dengan kebutuhan Anda. Mulai dari proses
pendaftaran, pengurusan dokumen, hingga penerbitan legalitas perusahaan
atau organisasi, semuanya kami tangani dengan profesional.
🚀 Segera Wujudkan Impian Anda!
Hubungi kami sekarang dan nikmati kemudahan dalam pendirian usaha atau organisasi Anda.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2021 tentang Visa dan Izin Tinggal
KITAS adalah Kartu Ijin Tinggal Terbatas, sebelum bernama KITAS namanya KIMS atau Kartu Ijin Menetap Sementara. Kartu ini diperuntukan untuk Warga Negara Asing yang bekerja di Indonesia agar mereka bisa tinggal di Indonesia (semacam resident permit) dan harus diperpanjang 1 (satu) tahun sekali. Untuk mendapatkan kartu ini harus mempunyai pekerjaan di Indonesia dan mendapat sponsor dari perusahaan tempat Warga Negara Asing tersebut bekerja.
1. Orang Asing yang menikah secara sah dengan warga negara Indonesia
2. Anak dari Orang Asing yang menikah secara sah dengan warga negara Indonesia
3. Anak yang pada saat lahir di Wilayah Indonesia ayah dan/atau ibunya pemegang Kartu Izin Tinggal Terbatas
4. Orang berkewarganegaraan Asing yang masuk Wilayah Indonesia dengan Visa tinggal terbatas atau Orang Asing yang diberikan alih status dari Izin Tinggal kunjungan
5. Nakhoda, awak kapal, atau tenaga ahli asing di atas kapal laut, alat apung, atau instalasi yang beroperasi di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
6. Kartu Izin Tinggal Terbatas juga dapat diberikan kepada Orang Asing untuk melakukan pekerjaan singkat
8. Menggabungkan diri dengan suami atau istri pemegang Kartu Izin Tinggal Terbatas
9. Menggabungkan diri dengan ayah dan/atau ibu bagi anak berkewarganegaraan asing yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayah dan/atau ibu berkewarganegaraan Indonesia
10. Menggabungkan diri dengan ayah dan/atau ibu pemegang Kartu Izin Tinggal Terbatas atau Kartu Izin Tinggal Tetap bagi anak yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah
KITAS adalah Kartu Ijin Tinggal Terbatas, sebelum bernama KITAS namanya KIMS atau Kartu Ijin Menetap Sementara. Kartu ini diperuntukan untuk Warga Negara Asing yang bekerja di Indonesia agar mereka bisa tinggal di Indonesia (semacam resident permit) dan harus diperpanjang 1 (satu) tahun sekali. Untuk mendapatkan kartu ini harus mempunyai pekerjaan di Indonesia dan mendapat sponsor dari perusahaan tempat Warga Negara Asing tersebut bekerja.
1. Orang Asing yang menikah secara sah dengan warga negara Indonesia
2. Anak dari Orang Asing yang menikah secara sah dengan warga negara Indonesia
3. Anak yang pada saat lahir di Wilayah Indonesia ayah dan/atau ibunya pemegang Kartu Izin Tinggal Terbatas
4. Orang berkewarganegaraan Asing yang masuk Wilayah Indonesia dengan Visa tinggal terbatas atau Orang Asing yang diberikan alih status dari Izin Tinggal kunjungan
5. Nakhoda, awak kapal, atau tenaga ahli asing di atas kapal laut, alat apung, atau instalasi yang beroperasi di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
6. Kartu Izin Tinggal Terbatas juga dapat diberikan kepada Orang Asing untuk melakukan pekerjaan singkat
8. Menggabungkan diri dengan suami atau istri pemegang Kartu Izin Tinggal Terbatas
9. Menggabungkan diri dengan ayah dan/atau ibu bagi anak berkewarganegaraan asing yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayah dan/atau ibu berkewarganegaraan Indonesia
10. Menggabungkan diri dengan ayah dan/atau ibu pemegang Kartu Izin Tinggal Terbatas atau Kartu Izin Tinggal Tetap bagi anak yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah
KITAS adalah Kartu Ijin Tinggal Terbatas,
sebelum bernama KITAS namanya KIMS atau Kartu Ijin Menetap Sementara.
Kartu ini diperuntukan untuk Warga Negara Asing yang bekerja di
Indonesia agar mereka bisa tinggal di Indonesia (semacam resident
permit) dan harus diperpanjang 1 (satu) tahun sekali. Untuk mendapatkan
kartu ini harus mempunyai pekerjaan di Indonesia dan mendapat sponsor
dari perusahaan tempat Warga Negara Asing tersebut bekerja.
1. Orang Asing yang menikah secara sah dengan warga negara Indonesia
2. Anak dari Orang Asing yang menikah secara sah dengan warga negara Indonesia
3. Anak yang pada saat lahir di Wilayah Indonesia ayah dan/atau ibunya pemegang Kartu Izin Tinggal Terbatas
4.
Orang berkewarganegaraan Asing yang masuk Wilayah Indonesia dengan Visa
tinggal terbatas atau Orang Asing yang diberikan alih status dari Izin
Tinggal kunjungan
5. Nakhoda, awak kapal, atau tenaga ahli asing
di atas kapal laut, alat apung, atau instalasi yang beroperasi di
wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
6. Kartu Izin Tinggal Terbatas juga dapat diberikan kepada Orang Asing untuk melakukan pekerjaan singkat
8. Menggabungkan diri dengan suami atau istri pemegang Kartu Izin Tinggal Terbatas
9.
Menggabungkan diri dengan ayah dan/atau ibu bagi anak
berkewarganegaraan asing yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan
dengan ayah dan/atau ibu berkewarganegaraan Indonesia
10.
Menggabungkan diri dengan ayah dan/atau ibu pemegang Kartu Izin Tinggal
Terbatas atau Kartu Izin Tinggal Tetap bagi anak yang berusia di bawah
18 (delapan belas) tahun dan belum menikah